Followers

Candi Prambanan

Written By JatengGayeng on Jumat, 23 Maret 2012 | 23.42


Candi Prambanan ( candi Rorojonggrang ) terletak di Kec. Prambanan, Kab. Klaten, Jawa Tengah.
dibangun abad ke VIII Masehi, pada masa Kerajaan Mataram.
Candi Prambanan merupakan bangunan suci bagi agama Hindhu Siwa.
Di dalam candi Prambanan terdapat 3 Arca :
  • Arca Siwa Mahaguru
  • Arca Siwa Mahadewa
  • Arca Siwa Ganesha.

Candi Prambanan memiliki 3 bangunan utama yaitu :
  1. Candi Siwa
  2. Candi Brahma
  3. Candi Wisnu
Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur. Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu. Selain itu, masih terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi.
Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, anda akan menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Arca Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro Jonggrang dalam legenda yang diceritakan di atas.
Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, anda hanya akan menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Demikian juga Candi Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya akan menemukan satu ruangan berisi arca Brahma.
Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti 'terbit' atau 'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa).
Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi oleh banyak orang sampai sekarang dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Indonesia menggunakannya untuk lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda Pancasila mencari inspirasi di candi ini. Negara lain yang juga menggunakannya untuk lambang negara adalah Thailand, dengan alasan sama tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di Thailand, Garuda dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.
Prambanan juga memiliki relief candi yang memuat kisah Ramayana. Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam mengelola lingkungannya.
Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri Hita Karana untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru di candi ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan yang digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief yang ada di Prambanan telah mendunia.

KALIURANG

Written By JatengGayeng on Selasa, 13 Maret 2012 | 19.42

Alamat: Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Indonesia

Menikmati pesona alam di ujung utara Yogyakarta. Bersentuhan dengan udara sejuk dan meresapi suasana romantis ala nyonya dan meneer Belanda tempo doeloe di Kaliurang yang terletak di kaki Gunung Merapi.

Pada awal abad ke-19, sejumlah ahli geologi Belanda yang tinggal di Yogyakarta, bermaksud mencari tempat peristirahatan bagi keluarganya. Mereka menyusuri kawasan utara yang merupakan dataran tinggi. Sesampainya di Kaliurang yang berada di ketinggian 900 meter dari permukaan laut, para "meneer" tersebut terpesona dengan keindahan dan kesejukan alam di kaki gunung itu. Mereka akhirnya membangun bungalow-bungalow dan memutuskan kawasan itu sebagai tempat peristirahatan mereka.

Perjalanan menuju kaliurang dari arah Jogja akan mengingatkan kita pada lukisan pemandangan saat masih di taman kanak-kanak. Sebuah gunung dengan jalan di tengahnya serta hamparan hijau yang membentang di kedua sisinya dihiasi dengan rumah penduduk, akan menghilangkan penat dalam bingkai lukisan alam.

Diselimuti angin yang berhembus sejuk, bahkan di saat mentari tepat di atas kepala, kesejukan itu masih terasa. Udara yang menari melewati pepohonan dan turun dengan gemulai, memberi rasa segar ketika menerpa tubuh.

Pemandangan Gunung Merapi memberi sensasi tersendiri di kawasan ini. Bagaikan seorang gadis desa yang menutup tabirnya bila sengaja diperhatikan, gunung ini akan tertutup kabut seolah malu bila sengaja datang untuk melihatnya.

Menyusur sisi barat Bukit Plawangan sejauh 1100 meter, menempuh perjalanan lintas alam, melalui jalan tanah yang diapit pepohonan dan lereng rimbun, deretan 22 gua peninggalan Jepang menjadi salah satu keunikan wisata alam Kaliurang.

Di samping keindahan alamnya, Kaliurang juga mempunyai beberapa bangunan peninggalan sejarah. Diantaranya adalah Wisma Kaliurang dan Pesangrahan Dalem Ngeksigondo milik Kraton yang pernah dipakai sebagai tempat berlangsungnya Komisi Tiga Negara. Atau Museum Ullen Sentalu yang sebagian bangunannya berada di bawah tanah. Museum ini menguak misteri kebudayaan dan nilai-nilai sejarah Jawa, terutama yang berhubungan dengan putri Kraton Yogyakarta dan Surakarta pada abad ke-19.

Kawasan Rekreasi Keluarga.

Berjarak 28 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, Kaliurang kini menjadi sebuah kawasan wisata alam dan budaya yang memikat, serta menjadi tempat yang menyenangkan untuk rekreasi keluarga.

Bersantai dengan keluarga, orang tua bisa bersantai sambil mengawasi anak-anak bermain di Taman Rekreasi Kaliurang. Di dalam taman seluas 10.000 meter persegi anak-anak bisa bermain ayunan, perosotan, atau berenang di kolam renang mini. Selain itu di taman yang dihiasi oleh patung jin ala kisah 1001 malam dan beberapa jenis hewan ini, anak-anak juga bisa bermain mini car atau memasuki mulut patung seekor naga yang membentuk lorong kecil dan berakhir di bagian ekornya.

Sekitar 300 meter ke arah timur laut dari taman rekreasi terdapat Taman Wisata Plawangan Turgo. Di kawasan taman wisata ini terdapat kolam renang Tlogo Putri yang airnya berasal dari mata air di lereng Bukit Plawangan. Bermain ayunan atau bercanda bersama keluarga di taman bermain yang berada di dalam taman wisata, rasa lelah akan lebur dalam rimbunnya taman perhutani.

Melangkahkan kaki menyusuri sisi timur, melihat beberapa ekor monyet yang berloncatan dan berayun di dahan, menikmati kicau burung di jalur berbatu susun dan tangga berundak di jalan menanjak sejauh 900 meter; mungkin akan sedikit melelahkan, tetapi pemandangan Gunung Merapi di saat cuaca cerah dari Bukit Pronojiwo, akan menggantikan rasa lelah dengan kekaguman. Pada perjalanan ke puncak Pronojiwo, YogYES sempat adu lari dengan seorang turis asing asal Inggris bernama Nick (47 tahun). Meski memenangkan adu lari, tapi perasaan menyatu dengan suasana alamlah yang paling membahagiakan. Air minum yang dijual oleh wanita penjaja minuman di puncak Pronojiwo bisa melepas rasa dahaga sambil menikmati Merapi yang berdiri tegak di tengah rimbunnya hamparan hijau. Setiap hari libur, Merapi bisa dilihat melalui teropong yang disewakan dengan tarif Rp.3000 selama 30 menit.

Sesampainya kembali di lokasi taman bermain, bersantailah sejenak di Tlogo Muncar. Meredakan letih sambil menikmati air yang terjun di sela-sela bebatuan. Biasanya air akan mengalir dengan deras di musim penghujan.

Jika ingin menikmati pemandangan Kaliurang, para pengunjung bisa berkeliling menggunakan kereta kelinci yang dikenal dengan istilah sepoer. Kendaraan ini biasa mangkal di depan taman wisata yang dipenuhi dengan kios-kios penjaja makanan. Jalur yang dilaluinya mengitari kawasan wisata Kaliurang dari timur ke barat. Melewati gardu pandang yang terletak di sebelah barat, Merapi akan terlihat jelas ketika cuaca cerah. Tarif untuk menaiki kendaraan ini Rp.3.000 per orang jika yang naik minimal tujuh orang. Untuk perjalanan eksklusif, Rp.20.000 akan membuat perjalanan layaknya seorang bangsawan.

Bila ingin merasakan sejuknya angin dan heningnya malam di Kaliurang, berbagai villa, bungalow, pesanggrahan atau pondok wisata bisa menjadi pilihan. Tarifnya juga beragam, mulai dari yang 25 ribuan hingga 200 ribuan. Beberapa penginapan yang bisa anda nikmati, antara lain: Bukit Surya (paling disarankan), Puri Indah Inn (bintang 3), Wisma Sejahtera, dll.

Sebelum pulang pastikan untuk membawa sedikit oleh-oleh yang dijajakan. Mulai dari buah-buahan produksi petani lokal hingga makanan khas yakni tempe dan tahu bacem serta jadah (makanan yang terbuat dari beras ketan dan parutan kelapa).

Hamparan hijau di kaki gunung, udara sejuk dan segala paket kemewahan alamnya, akan meredakan segala kepenatan dan memberikan kesegaran dari hiruk pikuknya perkotaan. (YogYES.COM)

Parangtritis

Written By JatengGayeng on Selasa, 06 Maret 2012 | 22.57

Address: Jl. Parangtritis km 28 Yogyakarta 55188, Indonesia

Parangtritis is the best tourist place for enjoying the sunset while having fun conquering sand dune with ATV (All-terrain Vehicle) or walking along the beach with a carriage in the romantic evening.
Parangtritis is located 27 km south of Yogyakarta and easily accessible by public transportation that operate up to 17:00pm as well as private vehicles. The afternoon before sunset is the best time to visit this most popular beach in Yogyakarta. But if you arrive sooner, it will not hurt for going up to Tebing Gembirawati (Gembirawati cliffs) behind this beach. From there, we can see the whole area of Parangtritis Beach, southern sea, up to the horizon. Psst, YogYES will tell a secret. Not many people know that on the east side of this clifft, hidden temple ruins. Unlike the other temples located in a mountainous area, Gembirawati Temple is only a few hundred meters from the edge of Parangtritis Beach. To reach this temple, we can pass road uphill near the Hotel Queen of the South and then go down the path to the west for approximately 100 meters. Faintly roar of the ferocious waves of the southern sea could be heard from this temple. Parangtritis Beach is very closely related to the legend of Ratu Kidul (Queen of South). Many Javanese people believe that Parangtritis Beach is the gate of Ratu Kidul’s magical kingdom who controls the southern sea. Hotel Queen of the South is a luxurious resort that is named according to this the legend. Unfortunately the resort is now rarely, whereas it used to have a view that could make us breathless.A Romantic Sunset in Parangtritis When the sun is leaning to the west and the weather is sunny, it is time for having fun. Although visitors are prohibited from swimming, Parangtritis Beach is not lack of the means for having fun. On the beach there is ATVs (All-terrain Vehicle) rental, the tariff is around Rp. 50.000 to 100.000 per half hour. Enter its gear and then release the clutch while pulling the gas. Brrooom, four-wheeled all-terrain motorcycle will be raced bringing you across the sand beach dune.


Well, ATVs may only be suitable for those who are more adventurous. Another option is the carriage. Walking along the sand surface that is smoothly swept by the wave with two-wheeled horse-drawn carriage is no less enjoyable. The carriage will bring us to the end of the east coast of Parangtritis Beach where the cluster of rocks that is so beautiful , so it is often used as the spot of a pre-wedding photo shoot. The dim twilight and golden shade of the sun on the water surface more raise a romantic atmosphere. Parangtritis Beach also offers the excitement for those who travel with family. Kite-flying with your child is also enjoyable. The strong sea breeze is very helpful to make a kite flying high, even if you've never played a kite. Still reluctant for going home even though the sun had set? Soon, some roasted corn sellers will hold a mat on the beach where we can hang out there until late at night. Still do not want to go home? Do not worry, in Parangtritis Beach, there are tens of inns and accommodations available at an affordable price.

sumber : yogyes.com

Dieng PLateu

Written By JatengGayeng on Senin, 05 Maret 2012 | 19.02

Nama Dieng berasal dari bahasa Sansekerta yaitu "di" yang berarti tempat, dan "hyang" yang berarti dewa pencipta. Secara keseluruhan Dieng dapat diartikan sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Sementara para penduduk sekitar sering mengartikan bahwa Dieng berasal dari kata "edi" yang berarti cantik dalam bahasa Jawa, dan "aeng" yang berarti aneh. Dengan kata lain Dieng adalah sebuah tempat yang cantik namun memiliki banyak keanehan. Terletak pada ketinggian 2000 meter dpl, masyarakat Dieng patut bersyukur atas melimpahnya kekayaan yang dianugerahkan kepada tanah mereka yang cantik dan eksotik ini. Kompleks Candi Arjuna yang merupakan candi hindu tertua di Pulau Jawa masih berdiri dengan tegaknya di tengah deraan waktu dan cuaca, menjadi bukti warisan kekayaan budaya yang luar biasa. Meskipun beberapa bagian candi mulai aus dimakan usia, namun candi pemujaan Dewa Siwa yang dibangun pada tahun 809 M ini tetap kokoh berdiri memberikan nuansa kedamaian di tengah keheningan alam pegunungan. Cuaca dingin yang cukup ekstrim untuk sebuah wilayah yang terletak di daerah tropis telah memunculkan gaya hidup dan gaya berpakaian yang unik dari para penduduknya. Suhu udara pada siang hari berkisar antara 15-20 derajat celcius sementara pada malam hari berkisar antara 10 derajat celcius. Pada bulan Juli dan Agustus suhu bisa mencapai 0 derajat celcius pada siang hari dan -10 derajat celcius pada malam hari. Udara sejuk dan dingin ini benar-benar dimanfaatkan oleh penduduk untuk memaksimalkan usaha pertanian mereka. Lahan yang berlimpah mereka ubah menjadi ladang untuk menanam aneka sayur dan buah-buahan. Komoditas utama mereka adalah kentang dan kubis. Carica, pepaya Dieng, disulap menjadi makanan lezat yang selalu diburu sebagai oleh-oleh khas Dieng. Purwaceng, salah satu jenis rumput yang tumbuh liar, diolah menjadi minuman khas Dieng yang berkhasiat untuk menambah kejantanan pria. Berbicara tentang kuliner, makanan khas Dieng lainnya yang wajib dicoba adalah tempe kemul yang lezat dan mie ongklok Wonosobo yang telah melegenda. Sesungguhnya Dieng adalah wilayah vulkanik aktif dan dapat dikatakan sebagai gunung api raksasa. Datarannya terbentuk dari kawah gunung berapi yang telah mati. Bentuk kawah ini terlihat jelas dari dataran yang dikelilingi oleh gugusan pegunungan disekitarnya. Namun meskipun gunung api ini telah berabad-abad mati, beberapa kawah vulkanik masih aktif hingga sekarang. Di antaranya adalah Kawah Sikidang, yang selalu berpindah-pindah tempat dan meloncat-loncat seperti "kidang" atau kijang. Keunikan proses terbentuknya menghasilkan bentang alam yang eksotik dan tidak ada duanya. Telaga Warna yang memantulkan warna hijau, biru dan ungu serta pesona keindahan matahari terbit dari puncak Gunung Sikunir adalah tempat-tempat yang tidak boleh dilewatkan begitu saja.





>>>>>Candi Arjuna*










Telaga waRna<<<<<<--------















----->>>> Kawah Sikidang

















Keteb Pass

Keteb Pass merupakan objek wisata yang terletak di daerah Magelang. Jaraknya kurang lebih 50 km dari kota Jogja dan bisa ditempuh dalam waktu 1-1,5 jam menggunakan kendaraan bermotor. Jika kita menuju ke Keteb kita akan melewati jalanan yang sedikit berliku dan naik-turun, jadi sebaiknya kondisi kendaraan harus benar-benar fit. Jangan lupa juga untuk membawa jas hujan jika menggunakan motor, karena cuaca disini juga sering berubah-ubah dengan udara yang dingin sekali jika hujan tiba . Sesampainya di Keteb kita akan disuguhi pemandangan yang luar biasa. Jika cuaca sedang bagus dari kejauhan kita bisa melihat beberapa gunung, antara lain Merapi, Merbabu, Sindoro, dan Sumbing. Gunung yang terdekat dan dapat dilihat dengan jelas tentu saja Gunung Merapi. Jika ingin melihat pemandangan Gunung Merapi lebih dekat lagi kita bisa menyewa teropong yang banyak disewakan di area Keteb Pass ini.
Sesampainya di Keteb kita akan disuguhi pemandangan yang luar biasa. Jika cuaca sedang bagus dari kejauhan kita bisa melihat beberapa gunung, antara lain Merapi, Merbabu, Sindoro, dan Sumbing. Gunung yang terdekat dan dapat dilihat dengan jelas tentu saja Gunung Merapi. Jika ingin melihat pemandangan Gunung Merapi lebih dekat lagi kita bisa menyewa teropong yang banyak disewakan di area Keteb Pass ini.


Tidak hanya pemandangan yang menakjubkan saja yang bisa kita nikmati, disini juga terdapat Museum Gunung Merapi. Di museum kita bisa melihat foto-foto ledakan Gunung Merapi dan sejarah tentang Merapi di masa lalu. Selain museum, di Keteb Pass juga terdapat Keteb Volcano Theater yang memutar film dokumenter tentang meletusnya Gunung Merapi. Durasi filmnya tidak terlalu lama, hanya sekitar 20 menit saja.

Jika sudah lelah kita bisa berisitirahat di tempat-tempat yang banyak disediakan. Sambil bersantai dan menikmati pemandangan, kita dapat memesan jagung bakar ataupun minuman hangat yang banyak disediakan oleh warung-warung yang ada di dalam lokasi wisata.

greatstyo.wordpress.com

BaLi Island

1. Nusa Dua.
It is popular for American tourists. The place is more secluded and have private beaches. It is also popular for tourists from Europe.




2. Ubud
High up in the mountain. Famous for being filmned in Julia Robert movie. Eat , Pray and Love. Great place to visit ief enjoy mountain views, traditional villages and fresh nature.



3. Jimbaran
Another favourite tourists destination. It is a great place to dine in (Seafood) and listen to latin songs. A recommended hotel is Richtz Carton, popular among Japanese tourists


4. Kuta
It is the most favourite place to visit for holiday for Australians. Great beaches with plenty of bars/clubs to enjoy your holiday.

Borobudur TempLe



Borobudur, is a 9th century Mahayana Buddhist monument near Magelang, Central Java, Indonesia. The monument comprises six square platforms topped by three circular platforms, and is decorated with 2,672 relief panels and 504 Buddha statues. A main dome, located at the center of the top platform, is surrounded by 72 Buddha statues seated inside perforated stupa.
The monument is both a shrine to the Lord Buddha and a place for Buddhist pilgrimage. The journey for pilgrims begins at the base of the monument and follows a path circumambulating the monument while ascending to the top through the three levels of Buddhist cosmology, namely Kāmadhātu (the world of desire), Rupadhatu (the world of forms) and Arupadhatu (the world of formlessness). During the journey, the monument guides the pilgrims through a system of stairways and corridors with 1,460 narrative relief panels on the walls and the balustrades.
Evidence suggests Borobudur was abandoned following the 14th-century decline of Buddhist and Hindu kingdoms in Java, and the Javanese conversion to Islam. Worldwide knowledge of its existence was sparked in 1814 by Sir Thomas Stamford Raffles, then the British ruler of Java, who was advised of its location by native Indonesians. Borobudur has since been preserved through several restorations. The largest restoration project was undertaken between 1975 and 1982 by the Indonesian government and UNESCO, following which the monument was listed as a UNESCO World Heritage Site. Borobudur is still used for pilgrimage; once a year Buddhists in Indonesia celebrate Vesak at the monument, and Borobudur is Indonesia's single most visited tourist attraction.
Construction.There is no written record of who built Borobudur or of its intended purpose. The construction time has been estimated by comparison between carved reliefs on the temple's hidden foot and the inscriptions commonly used in royal charters during the 8th and 9th centuries. Borobudur was likely founded around 800 CE. This corresponds to the period between 760 and 830 CE, the peak of the Sailendra dynasty in central Java, when it was under the influence of the Srivijayan Empire. The construction has been estimated to have taken 75 years and been completed during the reign of Samaratungga in 825.There is confusion between Hindu and Buddhist rulers in Java around that time. The Sailendras were known as ardent followers of Buddhism, though stone inscriptions found at Sojomerto suggest they may have been Hindus.It was during this time that many Hindu and Buddhist monuments were built on the plains and mountains around the Kedu Plain. The Buddhist monuments, including Borobudur, were erected around the same time as the Hindu Shiva Prambanan temple compound. In 732 CE, the Shivaite King Sanjaya commissioned a Shivalingasanctuary to be built on the Wukir hill, only 10 km (6.2 mi) east of Borobudur.Construction of Buddhist temples, including Borobudur, at that time was possible because Sanjaya's immediate successor, Rakai Panangkaran, granted his permission to the Buddhist followers to build such temples. In fact, to show his respect, Panangkaran gave the village of Kalasan to the Buddhist community, as is written in the Kalasan Charter dated 778 CE. This has led some archaeologists to believe that there was never serious conflict concerning religion in Java as it was possible for a Hindu king to patronize the establishment of a Buddhist monument; or for a Buddhist king to act likewise. However, it is likely that there were two rival royal dynasties in Java at the time—the Buddhist Sailendra and the Saivite Sanjaya—in which the latter triumphed over their rival in the 856 battle on the Ratubaka plateau. This confusion also exists regarding the Lara Jonggrang temple at the Prambanan complex, which was believed that it was erected by the victor Rakai Pikatan as the Sanjaya dynasty's reply to Borobudur, but others suggest that there was a climate of peaceful coexistence where Sailendra involvement exists in Lara Jonggrang.Location.Approximately 40 kilometres (25 mil) northwest of Yogyakarta, Borobudur is located in an elevated area between two twin volcanoes, Sundoro-Sumbing and Merbabu-Merapi, and two rivers, the Progo and the Elo. According to local myth, the area known as Kedu Plain is a Javanese 'sacred' place and has been dubbed 'the garden of Java' due to its high agricultural fertility. During the restoration in the early 20th century, it was discovered that three Buddhist temples in the region, Borobudur, Pawon and Mendut, are positioned along a straight line. The ritual relationship between the three temples must have existed, although exact ritual process is yet unknown.